1. Tujuan Sekolah
Hal paling penting yang harus ditanyakan adalah, apa tujuan dari preschool tersebut? Apakah sudah sesuai dengan harapan dan keinginan orang tua? Untuk mengetahuinya, Anda harus berdiskusi dan menanyakan pada kepala sekolah, apa tujuan sekolah untuk muridnya? Akan menjadi anak yang seperti apa dengan masuk pre-school tersebut?
"Misalnya di Cikal, tujuan dari Sekolah Cikal adalah 5 Starts Competentions. Semua anak yang di Cikal (diharapkan) mempunyai kompetensi (kemampuan memutuskan sesuatu). Setelah tahu tujuan dari sekolah, cek ke diri masing-masing, sesuai nggak tujuanku buat anakku dengan tujuan sekolah itu? Karena tidak semua sekolah cocok untuk semua orang. Sekolah yang bagus buat anak tertentu belum tentu bagus buat anak yang lain," ujar Elaa, yang mendirikan Sekolah Cikal 13 tahun lalu bersama Dewi Soeharto.
Bentuk dari tujuan itu bermacam-macam, misalnya, ketika ingin anak mencapai nilai ujian nasional yang bagus, maka hendaknya mencari preschool yang tujuannya sejalan dengan keinginan tersebut. Atau tujuan orangtua agar anaknya di usia lima tahun sudah bisa membaca, pilih tempat yang bisa mengakomodir keperluan itu. Contoh lainnya jika ingin anak bisa berinteraksi dengan banyak orang, maka hindari sekolah yang menerapkan kelas akselerasi. Seperti mengelompokkan anak-anak ber-IQ tinggi di kelas khusus, dan sebagainya.
2. Cara Sekolah Mencapai Tujuannya
Orangtua seharusnya tidak mudah mempercayai apa yang tertulis di brosur. Untuk urusan mencari preschool yang tepat, Elaa menyarankan para orang tua meluangkan waktu untuk datang dan survei sendiri ke sekolah. Misalnya, jika Anda ingin anak memiliki wawasan luas dan mendengar bahwa sekolah 'A' mengajarkan anak untuk berwawasan luas, harus dicek kembali kebenarannya.
"Bagaimana pengalaman guru-gurunya? Beragam nggak gurunya, apakah latar belakang ilmunya beragam juga? Lihat perpustakaan sekolahnya, koleksi bukunya mendorong anak untuk melihat banyak sisi dari masalah atau tidak? Harus kritis. Benar nggak sekolah ini betul-betul menjalan operasional sekolah setiap hari, sebagaimana yang mereka katakan?" jelas ibu tiga anak ini.
3. Open Door Policy
Tanda paling utama dari preschool yang berkualitas adalah, menetapkan open door policy. Artinya, tempat tersebut memberlakukan kebijakan bahwa orang tua boleh masuk ke area sekolah dan membebaskan mereka untuk bertemu dengan anak maupun guru.
"Sekolah seharusnya terbuka buat orangtua, kapan saja orangtua mau ketemu, melihat kelas anaknya, dan sebagainya. Kalau mereka minta harusnya dibolehkan," tukas Elaa berpendapat.
Hal tersebut tak terlepas karena orangtua yang juga harus bertindak sebagai partner dalam proses pendidikan anak. Menurut Elaa, sekolah tidak hanya untuk mendidik anak tapi juga harus memiliki kurikulum yang komprehensif untuk orangtuanya. Contohnya membuat workshop untuk orang tua agar mengetahui cara mendidik yang tepat, menjadwalkan pertemuan rutin dengan orangtua untuk memastikan visi misi di sekolah sejalan dengan di rumah, dan sebagainya.
"Tidak bisa jika ada orangtua yang menyerahkan semua tanggung jawab pendidikan ke sekolah dan guru. Jangan dipikir, 'oh saya udah masukin anak ke preschool, jadi nggak perlu ngapa-ngapain'. Tetap tanggung jawab terbesar itu ada di orangtua," tukas wanita kelahiran Surakarta, 11 September 1976 ini.
4. Penggunaan Fasilitas Sekolah
Saat mengamati fasilitas sekolah, yang terpenting bukan seberapa bagus, lengkap atau besarnya. Tapi apakah fasilitas itu benar-benar digunakan secara maksimal. Dengan memperhatikan itu, kita bisa melihat apakah sebuah preschool serius mengutamakan perkembangan anak atau sekedar untuk formalitas dan teknis saja.
"Misalnya ada sekolah yang punya tiga lapangan berukuran besar. Tapi coba dihitung, seberapa sering lapangan itu dipakai? Mungkin saja lapangan yang luas karena muridnya juga banyak misalnya 2.000 orang dan ternyata pelajaran olahraga hanya sekali seminggu. Sementara di sekolah lain, lapangannya kecil tapi olahraganya seminggu tiga kali. Yang mana yang pada akhirnya jadi lebih penting? Nggak bisa cuma terbuai oleh fasilitas," kata Elaa.
Dia menambahkan, "Apa yang sebetulnya dirasakan anak kita setiap hari di sekolah? Kalau ada kolam renang, apakah ada pelajaran renang yang reguler, terus program renang seperti apa? Cara ngajarnya gimana? Kita nggak bisa berhenti di label."
Referensi : Wolipop.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar